Arah Qiblat
Penunjuk Arah Kiblat
CARA PRAKTIS MENENTUKAN ARAH KIBLAT DENGAN MENGGUNAKAN PETA GOOGLE.
Sebuah layanan, mirip dengan Qibla Locator, yang
memanfaatkan Peta Google untuk mengetahui dengan mudah arah
kiblat dari semua titik atau tempat di muka bumi. Nama kota
atau tempat dapat dicari dan dengan satu klik pada peta, arah kiblat
akan digambarkan dengan tambahan informasi tentang berapa derajat
arah sebenarnya dari utara. Ini merupkan cara mudah
menentukan arah kiblat tanpa bantuan kompas.
Anda dapat pula memainkan tombol zoom, menggeser peta untuk mencari lokasi yang diinginkan. Klik pada tempat yang dicari! Sebuah garis akan digambar untuk menunjukkan arah kiblat dari titik tersebut.
Tombol pada kanan atas dapat digunakan untuk mengganti tampilan peta, antara peta jalan biasa (MAP), peta udara (SATELLITE) atau kombinasi keduanya (HYBRID).
Kompas disamping akan menunjukkan arah kiblat sebagai sebuah sudut relatif terhadap UTARA peta (bukan utara kompas magnet).
Menentukan Arah Kiblat
Mulai dengan memasukkan nama kota dan negara (kode negara) (contoh: Kuala Lumpur, MY). Untuk sebagian negeri atau kota, anda bahkan bisa mencari alamat jalan lengkap (misal: Rainbow St. 12, Kingsford, Sydney, AU). Arah kiblat akan secara otomatis dihitung dan ditampilkan pada peta.Anda dapat pula memainkan tombol zoom, menggeser peta untuk mencari lokasi yang diinginkan. Klik pada tempat yang dicari! Sebuah garis akan digambar untuk menunjukkan arah kiblat dari titik tersebut.
Tombol pada kanan atas dapat digunakan untuk mengganti tampilan peta, antara peta jalan biasa (MAP), peta udara (SATELLITE) atau kombinasi keduanya (HYBRID).
Kompas disamping akan menunjukkan arah kiblat sebagai sebuah sudut relatif terhadap UTARA peta (bukan utara kompas magnet).
Lebih
mudahnya klik Contoh Peta di bawah ini. Setelah masuk ke linknya tulis
Desa, dan kota/kabupaten yang akan anda cari arakh kiblatnya lalu klik "Find". Selamat mencoba. Lihat Peta di bawah ini. Untuk mengetahui caranya KLIK DI SINI.
Kemudian petanya dicopy dan diprint untuk menentukan arah kiblat. Tapi cari dulu arah kompas utara dan selatan.
Proses seperti di atas tidak bisa menggunakan HP. Buka di komputer, atau pergi ke warnet.,
Lihat juga: Cara Praktis Menentukan Arah Utara Sejati.
Untungnya menentukan arah kiblat dengan tepat itu tidak sulit. Tidak perlu alat canggih. Dengan berbekal sinar matahari, kita bisa menentukannya dengan amat teliti. Cara ini bahkan bisa lebih teliti dibandingkan dengan menggunakan kompas yang sangat mudah terpengaruh dengan medan magnet di sekitarnya.
Proses seperti di atas tidak bisa menggunakan HP. Buka di komputer, atau pergi ke warnet.,
Lihat juga: Cara Praktis Menentukan Arah Utara Sejati.
Menentukan Arah Kiblat dengan Bantuan Matahari
Tahukah anda, jika anda hidup di wilayah indonesia dan sekitarnya, pergeseran arah kiblat sebesar 1 derajat saja bisa melencengkan arah sekitar 100 km dari titik Ka’bah. Semakin jauh kita dari Ka’bah lencengan arah ini akan semakin besar. Jadi, sangat dianjurkan untuk setepat mungkin menentukan arah kiblat ini, baik bagi masjid dan mushola maupun ketika kita sholat di rumah atau kantor.Untungnya menentukan arah kiblat dengan tepat itu tidak sulit. Tidak perlu alat canggih. Dengan berbekal sinar matahari, kita bisa menentukannya dengan amat teliti. Cara ini bahkan bisa lebih teliti dibandingkan dengan menggunakan kompas yang sangat mudah terpengaruh dengan medan magnet di sekitarnya.
Istiwa A'zham (Persinggahan Utama) - Saat Matahari di Atas Ka'bah
Dalam satu tahun masehi, matahari singgah dua kali tepat di atas Ka’bah.
Hal ini merupakan pengetahuan yang sudah tua umurnya. Namun sepertinya
masyarakat awam tidak banyak yang mengetahui. Dalam bahasa arab disebut
sebagai peristiwa Istiwa A’zham (Persinggahan Utama).
Peristiwa ini terjadi pada tanggal: 28 Mei (atau 27 di tahun kabisat) pukul 12:18 waktu Mekah dan 16 Juli (atau 15 di tahun kabisat) pukul 12:27. Artinya, semua orang yang bisa melihat matahari pada saat itu dan menghadapkan wajahnya ke sana telah menghadapkan wajahnya ke kiblat. Atau jika kita melihat bayangan benda yang tegak lurus di atas tanah, maka bayangan tersebut akan membentuk garis arah kiblat.
Bagi yang di Indonesia, waktu kejadian tersebut adalah
28 Mei jam 16:18 WIB dan 16 Juli jam 16:27 WIB.
Jadi, bagi yang ingin mengecek atau melihat benar tidaknya arah kiblat yang digunakan selama ini silakan keluar pada waktu tersebut dan lihat matahari (atau bayangannya).
Demikian halnya Ka’bah yang berada pada koordinat 21,4° LU dan 39,8° BT dalam setahun juga akan mengalami 2 kali peristiwa Istiwa A’dhom yaitu setiap tanggal 28 Mei sekitar pukul 12.18 waktu setempat dan 16 Juli sekitar pukul 12.27 waktu setempat. Jika waktu tersebut dikonversi maka di Indonesia peristiwanya terjadi pada 28 Mei pukul 16.18 WIB dan 16 Juli pukul 16.27 WIB. Dengan adanya peristiwa Matahari tepat di atas Ka’bah tersebut maka umat Islam yang berada jauh dan berbeda waktu tidak lebih dari 5 atau 6 jam dapat menentukan arah kiblat secara presisi menggunakan teknik bayangan Matahari.
Konsep mengukur arah kiblat ini sangat sederhana. Pada tanggal 16 Juli 2010 pukul 16:27 WIB, matahari tepat berada di atas Ka’bah. Maka Posisi Matahari adalah Arah Kiblat, dan Bayangan Matahari adalah Arah Kiblat...
Konsepnya sederhana!
Konsep mengukur arah kiblat ini sangat sederhana.
1. Saat Matahari di atas Ka’bah maka semua bayangan benda tegak akan mengarah ke Ka’bah.
2. Pada tanggal 28 Mei 2010 pukul 16:18 WIB dan 16 Juli 2010 pukul 16:27 WIB, Matahari tepat berada di atas Ka’bah
3. Posisi Matahari = Arah Kiblat
4. Bayangan Matahari = Arah Kiblat
Inilah cara menera (mengukur) arah Qiblat dengan tepat:
1. Penentuan arah kiblat menggunakan fenomena Istiwa A'dhom hanya berlaku untuk tempat-tempat yang pada saat peristiwa itu terjadi (tanggal 16 Juli 2010 pukul 16:27 WIB), dapat melihat matahari secara langsung.
2. Siapkan jam atau arloji yang sudah dicocokkan (dikalibrasi) waktunya secara tepat sesuai dengan radio, televisi, internet atau telepon ke 103.
3. Tentukan lokasi masjid, musholla, surau atau rumah yang akan diluruskan arah kiblatnya.
4. Sediakan tongkat lurus panjang minimal 1 meter. Akan lebih bagus jika menggunakan benang besar yang diberi bandul sehingga tegak benar.
5. Tentukan lokasi pengukuran; di dalam masjid (diutamakan) atau di sisi Selatan Masjid atau di sisi Utara atau di halaman depan masjid. Yang penting tempat tersebut datar dan masih mendapatkan penyinaran Matahari saat peristiwa Istiwa A’dhom (matahari di atas Ka’bah) sedang berlangsung.
6. Pasang tongkat secara tegak dengan bantuan lot tukang (jika menggunakan tongkat) atau pasang benang lengkap dengan bandul serta penyangganya di tempat tersebut. (Persiapan jangan terlalu mendekati waktu terjadinya fenomena agar tidak terburu-buru)
7. Tunggu sampai saat Istiwa A’dhom terjadi dan amatilah bayangan Matahari yang terjadi. Berilah tanda menggunakan spidol, benang, lakban, penggaris atau alat lain yang dapat membuat tanda lurus. Maka itulah arah kiblat yang sebenarnya
8. Gunakan benang, sambungan pada tegel lantai, atau teknik lain yang dapat meluruskan arah kiblat ini ini ke dalam masjid. Intinya yang hendak kita ukur sebenarnya adalah garis shaff yang posisinya tegak lurus (90°) terhadap arah kiblat. Maka setelah garis arah kiblat kita dapatkan untuk membuat garis shaff dapat dilakukan dengan mengukur arah sikunya dengan bantuan benda-benda yang memiliki sudut siku misalnya lembaran triplek atau kertas karton.
9. Sebaiknya bukan hanya masjid atau mushalla atau surau saja yang perlu diluruskan arah kiblatnya. Mungkin kiblat di rumah kita sendiri selama ini juga saat kita shalat belum tepat menghadap ke arah yang benar. Sehingga saat peristiwa tersebut ada baiknya kita juga bisa melakukan pelurusan arah kiblat di rumah masing-masing. Semoga cuaca cerah.
10. Jika anda khawatir gagal karena Matahari terhalang oleh mendung (atau kendala lainya), maka toleransi pengukuran dapat dilakukan pada H-2 hingga H+2 (tanggal 14 sd 18 Juli 2010), dengan cara menambah 3 menit perhari sesudahnya (tanggal 17-18 Juli), dan mengurangi 3 menit per hari sebelumnya (tanggal 14-15 Juli).
Semoga dengan lurusnya arah kiblat kita, ibadah shalat yang kita kerjakan menjadi lebih afdhal dan doanya lebih dikabulkan. Amin. Wallahu a'lam
salam_sitijamilahamdi
Dicuplik dari artikel “Rashdul Kiblat 2010” karya Mutoha Arkanuddin dalam www.rukyatulhilal.org.
Persiapan Shalat – Menghadap Kiblat
1. Kiblat kaum muslimin adalah Ka’bah di kota Mekkah Al-Mukarramah.
2. Bagi orang yang bisa melihat Ka’bah secara langsung (misalnya, orang yang berada di masjidil haram) maka wajib menghadapkan tubuhnya tepat persis ke arah Ka’bah.
3. Bagi yang tidak bisa melihat Ka’bah (misalnya orang Indonesia), maka cukup menghadapkan tubuhnya ke arah Ka’bah berada yaitu ke arah barat bagi orang yang berada di timur Ka’bah. Dan tidak harus menghadap tepat persis ke Ka’bah. Oleh karena itu, tidak perlu serong beberapa derajat ke utara ketika shalat. Demikian, menurut pendapat yang paling kuat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan para sahabat untuk shalat persis menghadap Ka’bah. Beliau bersabda, “Antara timur dan barat adalah kiblat.” (HR. Turmudzi & dishahihkan Al-Albani)
Hadis ini beliau sampaikan ketika beliau di Madinah, sedangkan Mekkah berada di sebelah selatan. Beliau mengajarkan kepada para sahabat bahwa selama menghadap ke selatan (antara timur dan barat) maka sudah dianggap menghadap kiblat. Beliau tidak memerintahkan untuk menghadap tepat persis ke Ka’bah namun beliau hanya menetapkan arahnya, yaitu ke selatan.
4. Orang yang tidak mengetahui arah kiblat, maka wajib berusaha untuk mencari tahu arah kiblat. Hal ini bisa dilakukan dengan bebecara cara:
a. Bertanya kepada penduduk setempat atau orang yang tahu.
b. Jika tidak mungkin untuk bertanya maka bisa menggunakan tanda-tanda alam. Seperti sinar matahari, arah angin, dan sebagainya.
5. Jika dua cara di atas tidak memungkinkan maka shalat menghadap ke arah manapun berdasarkan dugaan kuat bahwasanya arah itu adalah kiblat.
6. Jika ternyata arah yang dia pilih itu salah (artinya tidak menghadap kiblat) maka shalatnya sah dan tidak perlu diulangi.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
Kami pernah dalam suatu perjalanan, tiba-tiba kami diliputi awan gelap. Kemudian masing-masing memilih arah kiblat dan arah kiblat kami berbeda-beda. Seseorang di antara kami membuat garis di depannya supaya tahu ke arah mana ketika shalat. Ketika di pagi hari, kami melihat garis yang dibuat semalam. Ternyata kami shalat tidak menghadap kiblat. Kejadian ini kami sampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam [tetapi beliau tidak menyuruh kami mengulangi shalat]. Beliau bersabda, “Shalat kalian sudah benar.” (HR. Daruqutni & dishahihkan Al Albani).
7. Bagi orang yang tidak tahu arah kiblat dan memungkinkan baginya untuk mengetahui arah kiblat dengan bertanya kepada penduduk setempat namun dia tidak mau bertanya, sehingga shalatnya tidak menghadap kiblat maka shalatnya batal dan harus diulangi.
8. Orang yang shalat dengan tidak menghadap kiblat, kemudian di tengah-tengah shalat dia diingatkan bahwa kiblatnya salah maka tidak perlu membatalkan shalatnya namun cukup menghadapkan tubuhnya ke arah kiblat yang benar.
Kiblat di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengalami berubahan. Kiblat pertama adalah Baitul Maqdis di Syam (utara Madinah) kemudian turun Surat Al Baqarah ayat 144 yang mengubah kiblat ke arah Ka’bah di Masjidil Haram (selatan Madinah).
Suatu ketika, kaum muslimin di masjid Quba shalat subuh dengan menghadap Baitul Maqdis (utara). Tiba-tiba datang utusan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka shalat. Utusan ini mengatakan, “Sesungguhnya semalam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendapat wahyu, beliau disuruh menghadap Ka’bah. Maka, hendaklah kalian menghadap ke sana.” Akhirnya, para sahabat yang sedang melaksanakan shalat subuh berjamaah memutar arah tubuhnya. Imam berputar, yang awalnya menghadap ke utara menjadi shalat jamaah menghadap ke selatan. Ini semua mereka lakukan tanpa membatalkan shalat. (HR. Bukhari & Muslim).
9. Orang yang berada di atas kendaraan
a. Jika ingin melakukan shalat wajib maka diupayakan turun dari kendaraan. Jika tidak memungkinkan turun maka bisa shalat di atas kendaraan sambil duduk.
“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak melakukan shalat wajib, beliau turun (dari hewan tunggangannya), lalu shalat (di tanah) dengan menghadap kiblat.” (HR. Bukhari)
b. Jika ingin shalat sunah maka tidak perlu turun dan bisa langsung shalat di atas kendaraan sambil duduk.
c. Orang yang shalat di kendaraan boleh tidak menghadap kiblat jika tidak bisa shalat sambil menghadap kiblat. Tapi shalatnya menghadap searah dengan kendaraanya atau ke arah mana saja yang mudah baginya.
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bepergian, beliau biasa melakukan shalat sunah di atas hewan tunggangannya…dan menghadap ke arah hewan tersebut menghadap [ke timur atau ke barat].” (HR. Bukhari)
d. Orang yang sedang dalam perjalanan, dianjurkan untuk memperbanyak shalat sunah di atas kendaraan. Hal ini sebagaimana yang dipraktekkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana ketika beliau dalam perjalanan, beliau sering melakukan shalat sunnah di atas kendaraan (tunggangannya).
Kesalahan-kesalahan terkait menghadap kiblat
a. Serong ke utara beberapa derajat. Kesalahan ini menyebabkan shaf shalat jamaah tidak bisa lurus. Karena ada jamaah yang serong dan ada yang tidak. Akibatnya shaf shalat berantakan.
b. Terlalu memaksakan diri untuk tepat menghadap Ka’bah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk tepat persis ke arah Ka’bah, sebagaimana penjelasan di atas. Kesalahan ini menyebabkan shaf-shaf di sebagian masjid diserongkan ke utara sehingga menjadi tidak teratur. Bisa jadi mungkin ada yang membongkar masjid dan dihadapkan tepat ke arah Ka’bah.
Ini semua merupakan bentuk pemaksaan diri yang terlarang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semoga binasa orang yang memaksa-maksakan diri.” Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali (HR. Muslim). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Wahai manusia, jauhilah sikap berlebih-lebihan (ghuluw) dalam beragama. Karena sikap ini telah membinasakan umat-umat sebelum kalian.” (HR. Nasa’i & disahihkan Syaikh Salim)
Peristiwa ini terjadi pada tanggal: 28 Mei (atau 27 di tahun kabisat) pukul 12:18 waktu Mekah dan 16 Juli (atau 15 di tahun kabisat) pukul 12:27. Artinya, semua orang yang bisa melihat matahari pada saat itu dan menghadapkan wajahnya ke sana telah menghadapkan wajahnya ke kiblat. Atau jika kita melihat bayangan benda yang tegak lurus di atas tanah, maka bayangan tersebut akan membentuk garis arah kiblat.
Bagi yang di Indonesia, waktu kejadian tersebut adalah
28 Mei jam 16:18 WIB dan 16 Juli jam 16:27 WIB.
Jadi, bagi yang ingin mengecek atau melihat benar tidaknya arah kiblat yang digunakan selama ini silakan keluar pada waktu tersebut dan lihat matahari (atau bayangannya).
Demikian halnya Ka’bah yang berada pada koordinat 21,4° LU dan 39,8° BT dalam setahun juga akan mengalami 2 kali peristiwa Istiwa A’dhom yaitu setiap tanggal 28 Mei sekitar pukul 12.18 waktu setempat dan 16 Juli sekitar pukul 12.27 waktu setempat. Jika waktu tersebut dikonversi maka di Indonesia peristiwanya terjadi pada 28 Mei pukul 16.18 WIB dan 16 Juli pukul 16.27 WIB. Dengan adanya peristiwa Matahari tepat di atas Ka’bah tersebut maka umat Islam yang berada jauh dan berbeda waktu tidak lebih dari 5 atau 6 jam dapat menentukan arah kiblat secara presisi menggunakan teknik bayangan Matahari.
Konsep mengukur arah kiblat ini sangat sederhana. Pada tanggal 16 Juli 2010 pukul 16:27 WIB, matahari tepat berada di atas Ka’bah. Maka Posisi Matahari adalah Arah Kiblat, dan Bayangan Matahari adalah Arah Kiblat...
Konsepnya sederhana!
Konsep mengukur arah kiblat ini sangat sederhana.
1. Saat Matahari di atas Ka’bah maka semua bayangan benda tegak akan mengarah ke Ka’bah.
2. Pada tanggal 28 Mei 2010 pukul 16:18 WIB dan 16 Juli 2010 pukul 16:27 WIB, Matahari tepat berada di atas Ka’bah
3. Posisi Matahari = Arah Kiblat
4. Bayangan Matahari = Arah Kiblat
Inilah cara menera (mengukur) arah Qiblat dengan tepat:
1. Penentuan arah kiblat menggunakan fenomena Istiwa A'dhom hanya berlaku untuk tempat-tempat yang pada saat peristiwa itu terjadi (tanggal 16 Juli 2010 pukul 16:27 WIB), dapat melihat matahari secara langsung.
2. Siapkan jam atau arloji yang sudah dicocokkan (dikalibrasi) waktunya secara tepat sesuai dengan radio, televisi, internet atau telepon ke 103.
3. Tentukan lokasi masjid, musholla, surau atau rumah yang akan diluruskan arah kiblatnya.
4. Sediakan tongkat lurus panjang minimal 1 meter. Akan lebih bagus jika menggunakan benang besar yang diberi bandul sehingga tegak benar.
5. Tentukan lokasi pengukuran; di dalam masjid (diutamakan) atau di sisi Selatan Masjid atau di sisi Utara atau di halaman depan masjid. Yang penting tempat tersebut datar dan masih mendapatkan penyinaran Matahari saat peristiwa Istiwa A’dhom (matahari di atas Ka’bah) sedang berlangsung.
6. Pasang tongkat secara tegak dengan bantuan lot tukang (jika menggunakan tongkat) atau pasang benang lengkap dengan bandul serta penyangganya di tempat tersebut. (Persiapan jangan terlalu mendekati waktu terjadinya fenomena agar tidak terburu-buru)
7. Tunggu sampai saat Istiwa A’dhom terjadi dan amatilah bayangan Matahari yang terjadi. Berilah tanda menggunakan spidol, benang, lakban, penggaris atau alat lain yang dapat membuat tanda lurus. Maka itulah arah kiblat yang sebenarnya
8. Gunakan benang, sambungan pada tegel lantai, atau teknik lain yang dapat meluruskan arah kiblat ini ini ke dalam masjid. Intinya yang hendak kita ukur sebenarnya adalah garis shaff yang posisinya tegak lurus (90°) terhadap arah kiblat. Maka setelah garis arah kiblat kita dapatkan untuk membuat garis shaff dapat dilakukan dengan mengukur arah sikunya dengan bantuan benda-benda yang memiliki sudut siku misalnya lembaran triplek atau kertas karton.
9. Sebaiknya bukan hanya masjid atau mushalla atau surau saja yang perlu diluruskan arah kiblatnya. Mungkin kiblat di rumah kita sendiri selama ini juga saat kita shalat belum tepat menghadap ke arah yang benar. Sehingga saat peristiwa tersebut ada baiknya kita juga bisa melakukan pelurusan arah kiblat di rumah masing-masing. Semoga cuaca cerah.
10. Jika anda khawatir gagal karena Matahari terhalang oleh mendung (atau kendala lainya), maka toleransi pengukuran dapat dilakukan pada H-2 hingga H+2 (tanggal 14 sd 18 Juli 2010), dengan cara menambah 3 menit perhari sesudahnya (tanggal 17-18 Juli), dan mengurangi 3 menit per hari sebelumnya (tanggal 14-15 Juli).
Semoga dengan lurusnya arah kiblat kita, ibadah shalat yang kita kerjakan menjadi lebih afdhal dan doanya lebih dikabulkan. Amin. Wallahu a'lam
salam_sitijamilahamdi
Dicuplik dari artikel “Rashdul Kiblat 2010” karya Mutoha Arkanuddin dalam www.rukyatulhilal.org.
Persiapan Shalat – Menghadap Kiblat
1. Kiblat kaum muslimin adalah Ka’bah di kota Mekkah Al-Mukarramah.
2. Bagi orang yang bisa melihat Ka’bah secara langsung (misalnya, orang yang berada di masjidil haram) maka wajib menghadapkan tubuhnya tepat persis ke arah Ka’bah.
3. Bagi yang tidak bisa melihat Ka’bah (misalnya orang Indonesia), maka cukup menghadapkan tubuhnya ke arah Ka’bah berada yaitu ke arah barat bagi orang yang berada di timur Ka’bah. Dan tidak harus menghadap tepat persis ke Ka’bah. Oleh karena itu, tidak perlu serong beberapa derajat ke utara ketika shalat. Demikian, menurut pendapat yang paling kuat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan para sahabat untuk shalat persis menghadap Ka’bah. Beliau bersabda, “Antara timur dan barat adalah kiblat.” (HR. Turmudzi & dishahihkan Al-Albani)
Hadis ini beliau sampaikan ketika beliau di Madinah, sedangkan Mekkah berada di sebelah selatan. Beliau mengajarkan kepada para sahabat bahwa selama menghadap ke selatan (antara timur dan barat) maka sudah dianggap menghadap kiblat. Beliau tidak memerintahkan untuk menghadap tepat persis ke Ka’bah namun beliau hanya menetapkan arahnya, yaitu ke selatan.
4. Orang yang tidak mengetahui arah kiblat, maka wajib berusaha untuk mencari tahu arah kiblat. Hal ini bisa dilakukan dengan bebecara cara:
a. Bertanya kepada penduduk setempat atau orang yang tahu.
b. Jika tidak mungkin untuk bertanya maka bisa menggunakan tanda-tanda alam. Seperti sinar matahari, arah angin, dan sebagainya.
5. Jika dua cara di atas tidak memungkinkan maka shalat menghadap ke arah manapun berdasarkan dugaan kuat bahwasanya arah itu adalah kiblat.
6. Jika ternyata arah yang dia pilih itu salah (artinya tidak menghadap kiblat) maka shalatnya sah dan tidak perlu diulangi.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
Kami pernah dalam suatu perjalanan, tiba-tiba kami diliputi awan gelap. Kemudian masing-masing memilih arah kiblat dan arah kiblat kami berbeda-beda. Seseorang di antara kami membuat garis di depannya supaya tahu ke arah mana ketika shalat. Ketika di pagi hari, kami melihat garis yang dibuat semalam. Ternyata kami shalat tidak menghadap kiblat. Kejadian ini kami sampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam [tetapi beliau tidak menyuruh kami mengulangi shalat]. Beliau bersabda, “Shalat kalian sudah benar.” (HR. Daruqutni & dishahihkan Al Albani).
7. Bagi orang yang tidak tahu arah kiblat dan memungkinkan baginya untuk mengetahui arah kiblat dengan bertanya kepada penduduk setempat namun dia tidak mau bertanya, sehingga shalatnya tidak menghadap kiblat maka shalatnya batal dan harus diulangi.
8. Orang yang shalat dengan tidak menghadap kiblat, kemudian di tengah-tengah shalat dia diingatkan bahwa kiblatnya salah maka tidak perlu membatalkan shalatnya namun cukup menghadapkan tubuhnya ke arah kiblat yang benar.
Kiblat di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengalami berubahan. Kiblat pertama adalah Baitul Maqdis di Syam (utara Madinah) kemudian turun Surat Al Baqarah ayat 144 yang mengubah kiblat ke arah Ka’bah di Masjidil Haram (selatan Madinah).
Suatu ketika, kaum muslimin di masjid Quba shalat subuh dengan menghadap Baitul Maqdis (utara). Tiba-tiba datang utusan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka shalat. Utusan ini mengatakan, “Sesungguhnya semalam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendapat wahyu, beliau disuruh menghadap Ka’bah. Maka, hendaklah kalian menghadap ke sana.” Akhirnya, para sahabat yang sedang melaksanakan shalat subuh berjamaah memutar arah tubuhnya. Imam berputar, yang awalnya menghadap ke utara menjadi shalat jamaah menghadap ke selatan. Ini semua mereka lakukan tanpa membatalkan shalat. (HR. Bukhari & Muslim).
9. Orang yang berada di atas kendaraan
a. Jika ingin melakukan shalat wajib maka diupayakan turun dari kendaraan. Jika tidak memungkinkan turun maka bisa shalat di atas kendaraan sambil duduk.
“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak melakukan shalat wajib, beliau turun (dari hewan tunggangannya), lalu shalat (di tanah) dengan menghadap kiblat.” (HR. Bukhari)
b. Jika ingin shalat sunah maka tidak perlu turun dan bisa langsung shalat di atas kendaraan sambil duduk.
c. Orang yang shalat di kendaraan boleh tidak menghadap kiblat jika tidak bisa shalat sambil menghadap kiblat. Tapi shalatnya menghadap searah dengan kendaraanya atau ke arah mana saja yang mudah baginya.
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bepergian, beliau biasa melakukan shalat sunah di atas hewan tunggangannya…dan menghadap ke arah hewan tersebut menghadap [ke timur atau ke barat].” (HR. Bukhari)
d. Orang yang sedang dalam perjalanan, dianjurkan untuk memperbanyak shalat sunah di atas kendaraan. Hal ini sebagaimana yang dipraktekkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana ketika beliau dalam perjalanan, beliau sering melakukan shalat sunnah di atas kendaraan (tunggangannya).
Kesalahan-kesalahan terkait menghadap kiblat
a. Serong ke utara beberapa derajat. Kesalahan ini menyebabkan shaf shalat jamaah tidak bisa lurus. Karena ada jamaah yang serong dan ada yang tidak. Akibatnya shaf shalat berantakan.
b. Terlalu memaksakan diri untuk tepat menghadap Ka’bah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk tepat persis ke arah Ka’bah, sebagaimana penjelasan di atas. Kesalahan ini menyebabkan shaf-shaf di sebagian masjid diserongkan ke utara sehingga menjadi tidak teratur. Bisa jadi mungkin ada yang membongkar masjid dan dihadapkan tepat ke arah Ka’bah.
Ini semua merupakan bentuk pemaksaan diri yang terlarang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semoga binasa orang yang memaksa-maksakan diri.” Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali (HR. Muslim). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Wahai manusia, jauhilah sikap berlebih-lebihan (ghuluw) dalam beragama. Karena sikap ini telah membinasakan umat-umat sebelum kalian.” (HR. Nasa’i & disahihkan Syaikh Salim)
Dari beberapa sumber.
Terima kasih atas kunjungan Anda semoga mendapatkan sesuatu yang bermanfaat di sini, Amin.
BalasHapusHi great website! Does running free credit scr888 a blog like this require a great deal of work? I have no knowledge of coding however I was hoping to start my own blog in the near future. Anyways, should you have any suggestions or techniques for new blog owners please share. I understand this is off topic but I just had to ask. Thank you! The Gaming Club bears a license from the processing of Gibraltar, and claims to be one of a prefer few casinos that have a license from the Gibraltar government. A zealot of the Interactive Gaming Council (IGC), The Gaming Club follows every the guidelines laid by the side of by the organization, something that has afterward a long showing off in it physical certified as a good area to gamble online.
Everything not quite The Gaming Club feels good; be it the promotions, the huge number of games, the merged banking options upon offer, the advanced security measures, or the fair and answerable gaming practices the casino adopts.
The Gaming Club motors along upon software developed by one of the giants of online gaming software fee Microgaming. The software it uses is radical and has a range of features intended to increase your online gambling experience and make you desire to arrive incite after all round of gambling you complete here.
Another hallmark of a fine casino is the feel of its customer support team, and The Gaming Club does not disappoint upon this front.
http://magnum4dlive.com/